Buku ini merupakan hasil perjalanan intelektual dan spiritual penulis dalam menjelajahi dinamika hubungan antara manusia dan alam dari perspektif tafsir al-Qur’an. Ia lahir dari kegelisahan terhadap krisis ekologis yang kian hari kian meresahkan, serta dari dorongan batin untuk menelaah ulang bagaimana teks-teks suci, khususnya al-Qur’an, telah dan seharusnya dibaca dalam menyikapi persoalan yang berkaitan dengan kehidupan di bumi ini.
Selama berabad-abad, pandangan antroposentris begitu dominan dalam menafsirkan hubungan manusia dengan alam. Pandangan ini menempatkan manusia sebagai pusat dan penguasa, sementara alam sebagai objek yang tersedia sepenuhnya untuk dieksploitasi. Dalam banyak kasus, cara pandang ini masuk secara halus ke dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dan memperkuat legitimasi atas eksploitasi alam yang tidak terkendali.
Namun, dalam keheningan teks dan kedalaman makna, penulis menemukan bahwa al-Qur’an menyimpan kemungkinan tafsir yang lebih inklusif dan adil terhadap alam—tafsir yang tidak hanya berwawasan ekosentris, tetapi juga menumbuhkan kesadaran ekosentris. Buku ini mencoba menangkap spektrum tersebut melalui kajian terhadap dua karya tafsir besar: Tafsīr al-Marāghī dan Tafsīr al-Mishbāh . Keduanya dipilih karena merepresentasikan pendekatan yang berbeda dalam memahami konsep khalīfah , alam, dan tanggung jawab ekologis manusia.
Be the first to review “Dari Wawasan menuju Kesadaran Ekosentris Dalam Tafsir al-Qur’an”